GEOLOGI PULAU SUMATRA
Pulau
Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh
keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh
keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan
seismik ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua
sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).
Sejarah tektoik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa
pertumbukan
antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta
tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari
pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan
relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya.
Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86
milimeter/tahun menurun menjaedi 40 milimeter/tahun karena terjadi
proses tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja,
1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76
milimeter/ tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan
ini pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah
timur India.
Keadaan
Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur
muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang
terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension)
Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri
dari lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu
dengan bentuk geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung
tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola
penunjaman.
a. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana.
5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
b. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140 kilometer dari garis penunjaman.
2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam.
5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
c. Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:
1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan posisi memotong arah penunjaman.
2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
3. Topografi cekungan busur muka dangkal,
sekitar 0.2-0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh
sesar turun miring
4. Busur luar terpecah-pecah.
5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik.
6. Sudut kemiringan penunjaman beragam.
Sesar
Sumatra sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900
kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara
lempeng Eurasia dan India-Australia dengan arah tumbukan 10°N-7°S.
Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60-200
kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S-5.9°S), segmen Semangko
(5.9°S-5.25°S), segmen Kumering (5.3°S-4.35°S), segmen Manna
(4.35°S-3.8°S), segmen Musi (3.65°S-3.25°S), segmen Ketaun
(3.35°S-2.75°S), segmen Dikit (2.75°S-2.3°S), segmen Siulak
(2.25°S-1.7°S), segmen Sulii (1.75°S-1.0°S), segmen Sumani
(1.0°S-0.5°S), segmen Sianok (0.7°S-0.1°N), segmen Barumun
(0.3°N-1.2°N), segmen Angkola (0.3°N-1.8°N), segmen Toru (1.2°N-2.0°N),
segmen Renun (2.0°N-3.55°N), segmen Tnpz (3.2°N-4.4°N), segmen Aceh
(4.4°N-5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N-5.9°N).
Tatanan
tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda, di
bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng Benua Eurasia dan
lempeng Samudra Australia mengkontruksikan Busur Sunda sebagai sistem
busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara
di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan
lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda
sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil.
Perbedaan sudut penunjaman antara Propinsi
Jawa dan Propinsi Sumatra Selatan Busur Sunda mendorong pada kesimpulan
bahwa batas Busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur
tepi kontinen terletak di Selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan
menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat
menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih
sesuai dengan pola Sumatra dibanding dengan pola struktur Jawa bagian
Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan
permasalahan namun jika dilakukan pembangungan dengan struktur cekungan
Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal
berkembang sebagai struktur bunga.
Berdasarkan
teori undasi Seksi Andaman dan Nikobar yang pusat undasinya di Margui
menghasilkan penggelombangan emigrasi yang mengarah ke Godwanland,
sehingga hal tersebut mempegaruhi pegunungan di Sumatra Utara (Atlas dan
Gayao) dimana arah pegunungan timur barat seperti Pegunungan Gayo
Tengah berbeda dengan pegunungan pada umumnya di Sumatra yang arahnya
barat laut–tenggara. Dengan demikian di Sumatra terjadi pertemuan antar
gelombang dengan pusat undasi Margui dan pusat undasi Anambas. Titik
pertemuannya adalah di Gunung Lembu, adapun busur dalam hasil
penggelombangan dari pusat undasi Margui adalah kepulauan
Barren-Narkondam dan busur luar Andaman–Nikobar–Gayo Tengah.
Sedangkan
Seksi Sumatra dengan pusat undasinya di Anambas, penggelombangan dari
pusat undasi Anambas telah berkembang sejak Palaezoikumakhir, Sehingga
menghasilkan sisitem Orogene Malaya pada Mesozoikum bawah (Trias, Jura),
system Orogene Sumatra pada Mesozoikum atas (Crataceus) dan system
orogene Sunda pada priode tersier kuarter, yang dimaksud dengan Orogene
Malaya adalah busur pegunungan yang terbentuk pada Mesozoikun bawah
dengan busur Zone Karimata dan busur luar Daerah Timah. Yang dimaksud
dengan Orogene Sumatra adalah busur pengunungan yang terbentuk pada
Mesozoikun atas dengan busur dalam Sumatra Timur dan busur luar Sumatra
Barat. Yang dimaksud dengan Orogenesa Sunda adalah busur pengununagn
yang terbuntuk periode Tersier-Kuarter dengan busur dalam Bukit Barisan
dan busur luar pulau-pulau sebelah barat Sumatra. Bukit Barisan pada
Mesozoikum atas masih merupakan Foredeep, memasuki tersier baru
mengalami pengangkatan pada priode Tersier pulau-pulau di sebelah barat
Sumatra dari Nias sampai Enggano belum ada memasuki periode Kuarter baru
mengalami penggkatan membentuk pulau-pulau tadi, sampai sekarang masih
mengalami pengakatan secara pelan-pelan.
Sejarah Kejadian Bukit Barisan:
• Mesozoikum Bawah
Bukit barisan masih merupakan Foredeep
dari Orogene Malaya, terisi dengan Sendimen marin. Terjadi penyusupan
batuan Ophiolith (larva basa/ ultra basal) sebagai mana dapat dijumpai
di Pegunungan Garba dan Gumai (Sumatra Selatan)
• Kapur Atas mengalami Penggkatan I
Terjadi intrusi batuan granit dalam batuan
sendimen slate masa Mesozoikum. Pegunungan yang terbentuk ini sifatnya
masih non vulkanis dan dikenal sebagei Proto Barisan.
• Paleogen ( Oligo-Miosen)
Terjadi penurunan Proto Basin secara
pelan-pelan Asthenolith yang terdiri dari materi magma dengan pemasaman
sedang sehingga terperas sehingga menyebar ke arah sisi bagian luar. Di
Sumatra Selatan penurunan ini disertai dengan aktivitas vulkanisme,
menghasikan batuan Andesit Tua.
• Intra Meosen
Mengalami penggkatan II disertai intrusi
Batholit mendekati permukaan bumi membentuk vulkan-vulkan andesit tua.
Pengkatan masa ini bersifat vulkanis dengan erupsi asam dan sedang.
Sebagai kompensasi dari pengkatan ini terbentuk foredeep dan backdeep
yang kemudian terisi sedimen. Intrusi magma asam menyebabkan keluarnya
larva dasitis yang dapat di jumpai di Bengkulu berupa tuff dasitis
(dasit adalah andesit yang kaya dengan kuarsa, butir-butirnya kasar
tidak seperti Andesit yang berbutir halus). Reaksi grafitasional
terhadap pengangkatan II mengakibatkan pucak Geantiklin Bukit barisan
pecah-pecah menghasilkan slenk atau Graben antara Batang Ankola-Batang
Toru di Sumatara Utara. Materi sedimen di backdeep di sekitar Palembang,
Mangkani, Batak Land mengalami pelipatan.
• Niogen (Mio–Pliosen)
Bukit Barisan mengalami penurunan lagi secara pelan-penan kemudian terisi dengan sedimen.
• Plio-Pleistisen
Bukit Barisan mengalami penggkatan III di
mana seharusnya sudah tidak vulkanis namun terjadi pengaktifan kembali
vulkanisme. Gaya tarik ke dasar laut yang dalam di sebelah barat
menyebabkan retakan-retakan yang memungkinkan magma masuk menyusup lewat
retakan tersebut. Akibatnya geantiklin patahan memanjang disekitar
slank membentuk Lembah Semangka yang bermula dari Teluk Semangkadi
Tenggara sampai Lembah Aceh di Barat Laut.
Erupsi
selama periode Pleistosen menghasilkan depresiVvolcano-Tektonik seperti
Lembah Suoh dan Danau Ranau di Sumatra Selatan, Danau Maninjau dan Danau
Rinjani di Sumatra Tengah, dan Danau Toba di Sumatra Utara. Penggkatan
III pada periode Plio-Pleitosen di Sumatra Utara antara Sungai Barumun
dan Sungai Wampu menghasilkan bentuk Dome yang dikenal dengan nama Batak
Timor.
Di
dalam daerah Batak Timur ini terbentuk Danau Toba sebagai hasil
Volkano-Tektonik dari erupsi yang dialami Batak Timor. Pengangkatan
Batak Timor pada periode Plio-Pleistosen diikuti dengan erupsi hebat
dengan ciri nuee-ardente dan hembusan gas yang dahsyat. Tekanan gasnya
demikian besar sehingga materi yang dimuntahkan volumenya sekitar 2000
km3, menghasilkan gua di bagian bawah pipa kepundan. Bahan erupsi Batak
Timor sampai ke Malaka dalam jarak 300-400 km, di mana tebal abu
vulkanik sekitar 5 ft (1,5 m). Aliran lava menutupi daerah seluas
20.000-30.000 km2 yang tebalnya sampai ratusan meter.
Sebagai
akibat dari gaya berat atap gua yang terbentuk di bawah pipa kepundan
maka atap gua runtuh membentuk depresi yang kemudian terisi air
membentuk Danau Toba. Kemudian gaya dari dalam dapur magma mendorong
runtuhan tadi sehingga terungkit ke atas dan muncul di permukaan danau
sebagai pulau. Pada mulanya ketinggian permukaan air danau 1.150 m di
atas permukaan laut, tetapi karena erosi mundur yang dialami sungai
Asahan mencapai danau Toba maka drainasenya lewat sungai Asahan
menyebabkan permukaan air danau turun hingga ketinggian 906 m di atas
permukaan laut.
Sebagaiman telah disinggunga dimuka, pada
periode Neogen (Mio-Pliosen) Sematra Timur mengalami penurunan mencapai
ribuan meter, kemudian terisi dengan sdimen marine (Telisa & Lower
Palembang stage) dan sedimen daratan (Middle & Upper Palembang
stage). Ketika terjadi pengangkatan III pada periode Plio-Pleitosen,
maka endapan di basin Sumatera Timur ini menderita tekanan gaya berat
dari arah Bukit Barisan. Gejala Compression di basin minyak sumatera
Timur pada periode Plio-Pleistosen akan dibicarakan secara
berturut-turut mulai dari Sumatra Selatan ke utara.
Terbentuknya pegunungan Bukit Barisan …

Indonesia terletak
pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yaitu: lempeng Indo-Australia,
lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik yangmana kepulauan di nusantara
tersebut akan terus bergerak rata2 3-6cm *bahkan 12cm* per tahunnya,
yang saling berrtumbukan/berinteraksi.
Pulau
sumatera sendiri berada pada zona wilayah tumbukan antara lempeng
Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Gambar disamping berikut adalah
visualisasi kronologis dari pulau Sumatera (Isya N Dana, pakar Pusat
Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi).
Pegunungan
Bukit Barisan adalah jajaran pengunungan yang membentang dari ujung
utara (di Nangroe Aceh Darusalam) sampai ujung selatan (di Lampung)
pulau Sumatra. Proses pembentukan pegunungan ini berlangsung menurut
skala tahun geologi yaitu berkisar antara 45 – 450 juta tahun yang lalu.
Teori pergerakan lempeng tektonik menjelaskan bagaimana pegunungan ini
terbentuk.

Lempeng
tektonik merupakan bagian dari litosfer padat yang terapung di atas
mantel yang bergerak satu sama lainnya. Terdapat tiga kemungkinan
pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu
apabila: 1] Kedua lempeng saling menjauhi (spreading) ; 2] Saling
mendekati (collision) ; 3] Saling geser (transform).
Tumbukan
lempeng tektonik antara indian-australian plate dengan eurasian plate
terus bergerak secara lambat laun. Saat kedua lempeng bertumbukan
*saling mendekati*, bagian dari indian-australian plate berupa kerak
samudera yang memiliki densitas yang lebih besar *tentu lebih berat*
tersubduksi tenggelam jauh ke dalam mantel dibandingkan dengan kerak
benua pada eurasian plate *di posisi pulau sumatera*. Zona gesekan
akibat gaya tekan dari tumbukan tersebut menjadi begitu panas sehingga
akan mencairkan batuan disekitarnya (peleburan parsial). Kemudian batuan
cair tersebut *magma* naik lewat/menerobos/mendesak kerak dan berusaha
keluar pada permukaan dari lempeng di atasnya. Alhasil terbentuklah
busur pegunungan bukit barisan di bagian tepi eurasian plate, di pulau
Sumatera, Indonesia J. *Nah kawan2..akhirnya pada bagian ini kita dapat
melihat salah satu manifestasinya berupa puncak tertinggi pada gunungapi
Kerinci, 3.805mdpl, di Jambi*.
Bumi/Earth
terdiri atas 3bagian utama, yakni: litosfer (kerak bumi yang terdiri
atas lempeng samudera & lempeng benua, bertemperatur antara 30-50
derajat Celcius), mantel (dikenal sebagai astenosfer, berupa pasta
panas) & inti bumi (solid core & liquid core, bertemperatur
mencapai ribuan derajat Celcius). Sederhananya adalah bahwa temperatur
bumi semakin ke dalam relatif semakin panas. Pergerakan lempeng tektonik
muncul akibat dipicu oleh panas pada inti bumi. Sehingga secara
ilmiah/alamiah akan terjadi pergerakan materi panas ke dingin atau “arus
konveksi” yang mengakibatkan litosfer dibagian atas juga ikut bergerak
(baik spreading, collision, atau transform).
“Air
yang paling dekat pada sumber panas tentu akan paling dulu memuai. Masa
jenisnya ato densitasnya kemudian menurun. Akibatnya, kolom air tersebut
terangkat naik ke permukaan. Sebaliknya, air di sebelah atasnya
bergerak ke arah bawah. Demikian seterusnya, air di bawah naik karena
memuai dan air diatasnya turun mengisi tempat yang ditinggalkan.
Sehingga terjadi aliran ‘konveksi’ air di dalam panci.
Nah, kalo kita taruh selembar kertas diatas permukaan air pada sistem
tersebut, kita dapat melihat salah satu sisi arah pergerakannya”. Konveksi terjadi dengan medium yang bergerak sambil membawa panas.
Teori
mengenai gaya konveksi inti bumi dilontarkan oleh Arthur Holmes
(Scottish geologist, 1929) yang mampu menerangkan mekanisme gerakan
lempeng tektonik dari Alfred Wegener (German meteorologist and
geophysicist, 1912).
RIAU …

Provinsi
Riau memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0 – 2 persen (datar)
seluas 1.157.006 hektar, kemiringan lahan 15 – 40 persen (curam) seluas
737.966 hektar dan daerah dengan topografi yang memiliki kemiringan
sangat curam (> 40 persen) seluas 550.928 (termasuk Provinsi
Kepulauan Riau) hektar dengan ketinggian rata-rata 10 meter di atas
permukaan laut. Secara umum topografi Provinsi Riau merupakan daerah
dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada beberapa
kota yang terdapat di Wilayah Provinsi Riau antara 2 – 91 m diatas
permukaan laut. Kabupaten Bengkalis merupakan kota yang paling rendah,
yaitu berada 2 meter dari permukaan laut, sedangkan Kota Pasir
Pengaraian berada 91 m dari permukaan laut. Kebanyakan kota di Provinsi
Riau berada dibawah 10 meter di atas permukaan laut, seperti Rengat,
Tembilahan, Siak, Bengkalis, Bagan Siapi-api dan Dumai.
Sebagian
besar tanah daratan daerah Riau terdiri dari daratan yang terjadi dari
formasi alluvium (endapan), dibeberapa tempat terdapat selingan neogen,
misalnya sepanjang Sungai Kampar, Sungai Indragiri dan anaknya Sungai
Cinaku di Kabupaten Indragiri Hulu bagian selatan. Tetapi di daerah
perbatasan sepanjang Bukit Barisan sepenuhnya terdiri dari lapisan
permikarbon, peleogen dan neogen dari tanah padsolik yang berarti
terdiri dari induk batuan endapan.
Keseluruhan
daerah tersebut dapat dikatakan tanah tua sedangkan selebihnya
membentang ke utara sampai dengan daerah-daerah pantai, merupakan
kontruksi dari formasi jenis tanah alluvium (endapan) yang berasal dari
zaman Quarter sampai dengan zaman Recen, terlebih-lebih pada daerah
bencah berawa-rawa sepanjang daerah pantai utara. Provinsi Riau terdapat
empat jenis tanah (berdasarkan penelitian Zwieryeki, tahun 1919-1929),
yakni :
Jenis tanah Organosol Glei Humus
Jenis Tanah Padsolik Merah Kuning dari Alluvium
Jenis Tanah Padsolik Merah Kuning dari batuan endapat
Jenis tanah Padsolik Merah kuning dari batuan endapan dan batuan beku.
Jenis-jenis
tanah tersebut terutama didapati di daerah-daerah sepanjang pantai
sampai dengan pertengahan daratan yang berformasi sebagai daratan muda
tidak bergunung-gunung, bahkan beberapa bagian terdiri dari tanah bencah
berawa-rawa.
Dumai
adalah salah satu pintu gerbang utama bagi daerah Riau Daratan yang
dahulunya hanya sebuah kota nelayan kecil dibelahan pantai timur
Sumatera. Namun saat ini kota ini telah berubah dan sedang tumbuh pesat
menjadi sebuah Kota Industri dan Kota Pelabuhan Minyak yang dilengkapi
dengan tangki-tangki penyimpanan minyak dan instalasi lainnya.
Kota Dumai
Informasi Umum
Secara
geografis, Kota Dumai berada pada posisi 1º23-1º24’23″ BT dan 101º28’13
LU dengan luas wilayah 1.727,385 km², terdiri dari tiga daerah
kecamatan dengan batas wilayah sebagai berikut:
Utara : Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis
Selatan : Kecamatan Mandau
Barat : Kecamatan Bangko
Timur : Kecamatan Bukit Batu
Kota
Dumai terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi dengan situasi
mengarah ke arah Selatan pantai Pulau Rupat dengan kondisi topografi
datar. Setiap tahun Kota Dumai mengalami iklim yang berubah-ubah dan
sangat dipengaruhi oleh iklim laut dengan rata-rata curah hujan antara
200-300, dengan dua musim, yakni musim kemarau dari Maret ke Agustus dan
musim hujan dari September ke Februarid dengan rata-rata suhu udara
berkisar antara 24º-33º C.
Kota
Dumai dengan jumlah penduduk sebanyak 230.191 jiwa merupakan salah satu
kota pelabuhan paling strategis di Provinsi Riau. Sebagai pintu gerbang
di pantai timur Sumatera, pelabuhan Dumai berperan penting dalam
melayani aktifitas ekspor impor barang dan penumpang domestik maupun
manca negara seperti Malaka Malaysia. Pelabuhan ini terdiri dari 9 unit,
empat diantaranya dikelola oleh perusahaan minyak “Chevron” dan 5 unit
dikelola oleh Pemerintah. Saat ini aktifitas ekspor impor menghasilkan
uang sebanyak US$. 5.770,13 juta per tahun.
Saat
ini sebuah kota yang berkembang pesat, Dumai telah dilengkapi dengan
fasilitas dan infrastruktur yang baik seperti sarana transportasi (Jalan
Raya, Pelabuhan dan Bandar Udara), Listrik, Perbankan, Layanan
Telekomunikasi Canggih (termasuk Telepon Selular dan Jaringan Internet).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar